KH. Fattah Hasyim: Potret kiai yang istikamah dalam mengajar
Keistikamahan seorang kiai bermacam-macam bentuknya, salah satunya yakni keistikamahan dalam hal pendidikan. Di sebuah pesantren yang terletak di daerah Jombang, Jawa Timur bernama Bahrul Ulum, hidup seorang kiai yang dedikasinya terhadap ilmu itu luar biasa, ia bernama KH. Fattah Hasyim. Menurut penuturan KH Jabbar Chubbi, putra Alm. Kiai Chubbi Syauqi (putra ke-4 kiai Fattah), bahwa kiai Fattah itu seorang yang istikamah, dan disiplin dalam mengajar.
lahir di kota santri, Jombang
Kiai Fattah lahir dari pasangan KH Hasyim Idris dengan Nyai. Fathimah Hasbullah. Kiai Fattah lahir di Desa Kapas, Jombang, Jawa Timur pada tahun 1911 M, sedangkan menurut pendapat KH. Abdul Nashir (putra ke-6 Nya), dan KH. Jabbar Chubbi adalah 1914 M. Silsilah nasab kedua orang tuanya bertemu pada pangeran Benowo, putra raja Hadiwijaya (nama lain: Sayyid Abdurrahman) atau lebih dikenal dengan panggilan Joko Tingkir (1570-1587 M). Nama KH. Fattah Hasyim sendiri sebenarnya adalah nama hadiah dari perjalanan haji, nama aslinya adalah Abdullah Marwan.
Dari Tambakberas, Nganjuk, Sidoarjo, hingga Tebuireng
Menurut buku Tambakbetas: Menelisik Sejarah Memetik Uswah (Pustaka Bahrul Ulum, 2017) bahwa perjalanan keilmuan Kiai Fattah dimulai dari didikan sang Ayah, KH Hasyim Idris. Dari ayahnya, kiai Fattah belajar tentang dasar-dasar ilmu agama Islam dan pengajaran Al-Qur’an, dari ayahnya juga Kiai Fattah digembleng untuk menjadi pribadi yang disiplin dan mandiri. Disamping itu ia juga belajar di Madrasah Ibtida’iyah Islamiyyah Tambakberas (sekarang Madrasah Ibtida'iyah Bahrul Ulum) , ia seanglatan dengan Kiai Wahib wahab sampai kelas enam shifir. Setelah mempunyai bekal dasar ilmu agama Kiai Fattah melanjutkan belajarnya ke beberapa pesantren di Pulau Jawa.
Pondok pesantren pertama jujukannya Kiai Fattah adalah Ponpes Mojosari, Nganjuk, yang diasuh oleh KH Zainuddin. Setelah itu dilanjutkan ke Pondok Pesantren Siwalan Buduran, Sidoarjo di pesantren ini kiai Fattah memperdalam keilmuannya, khususnya pada ilmu tata bahasa Arab, seperti shorof, nahwu (Alfiyyah ibnu malik), dan balaghoh. Kiai Fattah mondok di ponpes tersebut pada masa kepengasuhan dipegang KH Khozin. Setelah itu, Kiai Fattah melanjutkan belajarnya ke Ponpes Tebuireng, di bawah kepengasuhan Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari. Terdapat perbedaan pendapat terkait rihlah (perjalanan) keilmuan kiai Fattah, menurut Kiai Jabbar, Ponpes Tebuireng adalah jujukan awalnya setelah menamatkan dari Madrasah Ibtida’iyah Islamiyyah Tambakberas.
Menurut informasi yang didapat dari buku Kiai Nashir sejarah, haliyah, dan uswah (Pustaka Muallimin Muallimat, 2022) bahwa Kiai Fattah termasuk seorang santri yang istimewa, diceritakan bahwa kiai Hasyim tidak akan memulai pengajian sebelum Kiai Fattah ada di sampingnya. Kematangan keilmuan kiai Fattah membuat kiai Hasyim memintanya menjadi guru, dan juga memintanya menjadi guru badal (pengganti) ketika sedang berhalangan hadir. pada tahun 1938, kiai Fattah dijodohkan dengan Nyai Musyarrofah Bisri, putri KH Bisri Syansuri. Nyai Fathimah Hasbullah (ibu Kiai Fattah) merupakan adik dari Nyai Khodijah Hasbullah (ibu dari Nyai Musyarrofah) sehingga diantara Kiai Fattah dan Nyai Musyarrofah masih memiliki keterkaitan nasab.
Mendirikan Madrasah Muallimin Muallimat
Salah satu jasa kiai Fattah yang dampaknya masih bisa dirasakan hingga saat ini adalah dalam bidang pendidikan, yakni mendirikan Madrasah Muallimin Muallimat. menurut penuturan alm. KH Djamluddin Ahmad, bahwa madrasah ini berdiri pada tahun 1956, sedangkan menurut KH Afandi (murid awal madrasah), dan KH. Abdul Nashir Fattah adalah pada tahun 1953.
Awalnya Madrasah Muallimin Muallimat pada saat awal pendirian menggunakan masa pendidikan selama 4 tahun. Gedung awalnya berada di depan Ndalem Kiai Fattah yang sekarang menjadi aula pondok induk. setelah berjalan dua tahun, ternyata banyak santri putri yang berantusias melanjutkan pendidikannya, lalu kiai Fattah pun berinisiatif untuk membangun madrasah untuk perempuan, yang diberi nama Madrasah Muallimat. Dalam website resmi Madrasah Muallimin dijelaskan bahwa pada tahun 1964, kurikulum PGA (Pendidikan Guru Agama) disempurnakan menjadi 6 tahun, karena sebab itu madrasah Muallimin Muallimat menyesuaikannya.
Pada tahun 1969 madrasah Muallimin mendapat tawaran untuk dinegerikan dari menteri agama saat itu, para keluarga Masyaikh Tambakberas melakukan rapat musyawarah, dan hasilnya diputuskan untuk menerima tawaran tersebut, Kiai Fattah sebenarnya kurang setuju dengan tawaran tersebut karena khawatir tafaqquh fiddin (mendalami ilmu agama) akan berkurang.
Dalam beberapa tahun setelah Madrasah Muallimin Muallimat dinegerikan, tepatnya pada tahun 1972 kiai Fattah menginisiasi untuk membangun kembali madrasah Muallimin Muallimat dengan kurikulum yang fokus pada "tafaquh fiddin" atau “fokus pada ilmu agama” hingga saat ini madrasah tersebut telah memiliki dua bangunan, gedung pertama berada di sebelah timur pondok Induk, sedangkan bangunan kedua berada disebelah timur pondok Al-maliki satu.
Disiplin dalam mengajar
Terdapat sebuah cerita unik, bahwa kiai Fattah ketika mengajar itu hadir di kelas Madrasah sebelum bel masuk sekolah berbunyi.
“Misalkan masuknya itu jam 7, sebelum jam 7 beliau sudah standbye (bersiap) di kelas, jadi gurunya teko disek (datang terlebih dahulu) kadang muridnya durung teko (belum datang) itu sampai segitunya” ucap KH. Jabbar Chubbi saat diwawancarai tim Website Bahrul Ulum.id pada hari ahad (21/10).
ketika di kelas Kiai Fattah tidak akan memulai pelajaran sampai para muridnya sudah terkumpul semuanya, jikalau masih ada yang kurang maka ia akan memerintahkan murid yang lain untuk mencarinya.
Gemar mengkaji kitab Hadits
Kiai Fattah adalah sosok yang gemar mengaji hadits, khususnya kitab hadits Kutubus Sittah (6 kitab induk hadits). Ketika Ramadhan Kiai Fattah rutin menghatamkan salah satu kitab dari keenam tersebut.
“Kegemaran beliau dalam mengaji hadits itu terutama khataman saat Ramadhan, setiap kali Ramadhan itu insyaallah kalo gak salah Kutubus Sittah, kalau gak Bukhori, Tirmidzi mesti khatam.” Ucap kiai jabbar
Berwasiat dimakamkan di dekat madrasah
Menjelang wafat, kondisi kesehatan Kiai Fattah memang mulai menurun yang disebabkan karena ia terjatuh di depan Ndalem (rumah). Walaupun dalam kondisi yang tidak stabil ia masih tetap rutin menjadi imam sholat jama’ah 5 waktu, serta memberikan penganjian, dan pengajaran kepada para santri. Pada tanggal 28 April 1977 pukul 22:15 WIB, kiai Fattah Wafat.
Terdapat perbedaan pendapat mengenai tahun wafat Kiai Fattah, menurut buku Kiai Nashir Sejarah, Haliyah, dan Uswah, menunjukkan wafatnya pada usia ke 63 tahun, sedangkan menurut buku Tambaberas: Menelisik Sejarah Memetik Uswah adalah 66 tahun. Pada saat sebelum wafat ia sempat berwasiat, bahwa ketika nanti meninggal maka dimakamkan di lahan sebelah timur Madrasah Muallimin Muallimat. Kiai Fattah berharap dengan dimakamkan disana, maka ia masih dapat mendengarkan santri-santri membaca kitab, melantunkan bait-bait Alfiyyah Ibn malik, dan ayat suci Al-Qur’an.
Editor: Abdullah Machbub Al-Kahfi
Oleh: Akhmad Zamzami