Home Berita Batsul Masail Kisah Inspiratif Sejarah Ruang Santri Tanya Jawab Tokoh Aswaja Dunia Islam Khutbah Amalan & Doa Ubudiyah Sambutan Pengasuh Makna Lambang Sejarah Pesantren Visi & Misi Pengasuh Struktur Jadwal Kegiatan Mars Bahrul Ulum Denah Opini Pendaftaran Santri Baru Brosur Biaya Pendaftaran Pengumuman Statistik Santri Foto Video Kontak Ketentuan Pembayaran
Berita

KH Salim Azhar: Talqin Unik KH Wahab Chasbullah

foto KH Abdul Karim
foto KH Abdul Karim

 

BAHRULULUM.ID- Peringatan Haul ke-2 dari almarhum almaghfurlah KH Abdul Nashir Abdul Fattah yang merupakan pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Ulum Induk tahun 2006-2022 diadakan pada Ahad (04/08). Peringatan ini diisi oleh berbagai acara, berupa khotmil Qur’an, ziyaroh makbaroh dan puncak acaranya yakni malam peringatan di kediaman beliau, yakni sebelah selatan dari Ponpes Induk.

Acara peringatan ini di isi dengan bacaan tahlil, pembacaan shalawat dan sambutan keluarga. Serta tidak lupa juga pengajian atau mauidloh hasanah oleh KH Salim Azhar yang merupakan sahabat serta teman perjuangan dari Kiai Nashir sendiri. Dalam pengajiannya, Kiai Salim Azhar menjelaskan beberapa poin penting dalam mauoidlohnya. Diantaranya sebagai berikut.

Diceritakan dari Rois Syuriyah PWNU Jawa Timur, KH Masduqi Mahfudz Malang, lalu dikuatkan oleh Rois Syuriyah MWCNU Ngadiluweh, Kediri, Gus Mukhlas, keduanya menceritakan mengenai ayah dari Gus Mukhlas yakni Kiai Ridwan.

Ketika tahlilan dalam acara Haul Mbah Abdul Karim Lirboyo, Gus Mukhlas melihat Mbah Abdul Karim duduk dikursi depan rumah sambil senyum-senyum. Mendapati hal ini, Gus Mukhlas pun menghampiri dan mengucapkan salam lalu mengenalkan diri. Karena heran akan Mbah Abdul Karim yang merupakan sosok yang telah wafat sekaligus sosok yang sedang di peringati haulnya tetapi malah terlihat sedang duduk dikursi depan rumah sambil senyam-senyum, Kiai Ridwan pun bertanya.

Njenengan lak sampun sumare, lak sampun  dados ahli kubur? (bukannya anda sudah wafat dan menjadi ahli kubur?)” tanya Kiai Ridwan.

Nggah kulo diparingi kebebasan mbek Allah saget dolan morak-marek. (Iya, saya itu diberi kebebasan oleh Allah bisa pergi kesana-kemari.)” jawab Mbah Abdul karim. Karena penasaran akan kehebatannya, Kiai Ridwan menanyakan penyebab dari kemuliaan yang Allah berikan kepada Kiai Abdul Manaf atau Mbah Abdul Karim tersebut.

Ngoten niku sebab e nopo mbah kok saget bebas? (Bisa begitu sebab apa mbah? Kok bisa bebas?)” Tanya Kiai Ridwan karena penasaran akan kehebatan Kiai Abdul Manaf atau Mbah Abdul Karim tersebut.

“Sebab ngurusi NU.” Jawab Mbah Manaf.

Diceritakan juga, bahwa ketika Mbah Abdul Karim atau Mbah Manaf masih hidup tetapi sudah sangat sepuh, KH Wahab Hasbullah meminta Mbah Manaf  untuk menjadi Rois Syuriah Kediri. Tetapi Mbah Manaf sempat menolak mengingat kondisinya yang sudah sangat sepuh dan tidak dapat berpergian jauh. Mendapati hal ini, Mbah Wahab tetap meminta Mbah Manaf dan mengatakan terkait masalah untuk wira-wiri biar diserahkan kepada pengurus tanfidziyah saja.

Beberapa tahun setelahnya, Mbah Manaf wafat dan Mbah Wahab yang dikabari segera berta’ziyyah untuk mentalqin Mbah Manaf. Dalam talqinnya ini ada kisah unik diantara keduanya.

Mbah Abdul  Karim, samean kulo talqin coro jowo mawon. Lek coro arab samean mawon seng sumerep, lek coro jowo weoh kabeh.  (Mbah Abdul Karim, sampean saya talqin menggunakan bahasa jawa saja. kalau menggunakan bahasa arab, hanya sampean yang tahu. Kalau menggunakan bahasa Jawa, orang-orang juga akan tahu.)” ucap Mbah Wahab dalam permulaan talqinnya.

Mangke lek panjenengan didugeni malaikat, Munkar Nakir sopo pengeranmu? Njenengan jawab ‘Allah’. Kulo semerap njenengan pun semerap tapi kulo ilingno malih kerono fainna dzikro tanfa’ul mu’minin. (nanti kalau njenengan didatangi malaikat Munkar dan Nakir dan ditanya ‘siapa tuhanmu?’ njenengan jawab ‘Allah’. Saya tau njenengan pasti sudah tau tapi saya ingatkan kembali karena sesunggunya mengingatkan dapat memberi manfaat kepada orang mu’min.)” terang Mbah wahab melanjutkan talqinnya.

“Engken lek samean ditakoni sopo nabimu? Samean jawab Nabi Muhammad. (Nanti kalau sampean ditanya ‘siapa nabimu? Sampean jawab’ Nabi Muhammad.)” Lanjutnya lagi.

Engken lek sampean ditakoni ‘opo jam’iyyahmu?’ Sampean jawab seng cetho ‘Nahdlaul Ulama’. (Nanti kalau sampean ditanay apa jam’iyyahmu? Sampean jawab dengan jelas ‘Nahdlatul Ulama’).” Lanjut Mbah Wahab mengakhiri talqinnya.

Orang-orang yang mendengar talqin Mbah Wahab ini pun bingung karena heran mengenai bagian akhir talqin Mbah Wahab ini. ‘Memangnya pertanyaan kubur ada NU nya?’. Begitu kira-kira isi pikirannya. Mendapati hal ini, ada sebagian jama’ah yang memberanikan diri bertanya ke Mbah Wahab.

“Mbah, niku pertanyaan qubur kok ada NU nya? Nopo keterangan kitab e” tanyanya.

Loh yo onok, wong nang kitab iku onok wa man ikhwanuka. Sopo kanca-kancamu? Niku lek coro mudin seng nalqin mesti jawabane ‘al-muslimuna ikhwani’ lah niki kurang cetho wong muslim niku reno-reno. Dadi ben cetho yo NU. (Loh, ya ada. Di kitab kan ada pertanyaan ‘Siapa teman-temanmu?’. Itu jika jawabannya ‘kaum muslim adalah teman-temanku’ itu kurang jelas, kan orang muslim itu ada macam-macam. Biar lebih jelas ya NU.” Terang Mbah Wahab.

 

Penulis: Abdullah Machbub Al-Kahfi