Nama Lain Malam Nisfu Sya’ban
Oleh : Ilham Ula Aghna
Dalam salah satu malam di bulan Sya’ban terdapat malam agung yang penuh dengan keberkahan bagi seluruh umat islam, yaitu malam nishfu sya’ban. Malam nisfu sya’ban adalah malam ke - 15 di bulan sya’ban. Di dalam malam tersebut, Allah Swt. menampakkan keluasan ampunan, mengabulkan doa - doa dan merahmati seluruh makhlukNya. Sebagaimana sebuah hadits yang di riwayatkan oleh syayidina Ali bin Abi Thalib karamallohuwajhah :
قال رسول الله ﷺ: إذَا كَانَ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، فَقُومُوا لَيْلَهَا، وَصُومُوا نَهَارَهَا، فَإنَّ اللَّهَ يَنْزِلُ فِيهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ، إلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا، فَيَقُولُ: أَلَا مِنْ مُسْتَغْفِرٍ فَأَغْفِرَ لَهُ؟ أَلَا مُسْتَرْزِقٌ، فَأَرْزِقَهُ؟ أَلَا مُبْتَلى فَأُعَافِيهُ؟ أَلَا كَذَا؟ أَلَا كَذَا؟ حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ.
Artinya:” Dalam hadits Ali, Rasulullah bersabda: Malam nisfu Sya'ban, maka hidupkanlah dengan salat dan puasalah pada siang harinya, sesungguhnya Allah turun ke langit dunia pada malam itu, lalu Allah bersabda: Orang yang meminta ampunan akan Aku ampuni, orang yang meminta rizqi akan Aku beri dia rizqi, orang-orang yang mendapatkan cobaan maka aku bebaskan, hingga fajar menyingsing.” (HR Ibnu Majah dengan sanad lemah).[[1]]
Umumnya, umat muslim menyebutkan malam tersebut dengan sebutan malam nifshu sya’ban, akan tetapi sebagian para ulama menyebutkan ada beberapa nama lain dari malam nishfu sya’ban, diantaranya:
Al – Lailah al – Mubarokah
Artinya,malam yang penuh berkah secara dzatnya karena makna yang di kandunngya atau karena pada malam tersebut, para malaikat turun kebumi untuk bersandingan dan berdekatan dengan manusia.
Lailah al – Qismah
Artinya, malam pembagian rizqi dan malam penetapan takdir yang sudah di putuskan oleh Allah Swt. Sebagaimana riwayat Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma sungguh beliau bersabda:
عن ابن عباس رضي الله عنهما قال : إن الله يقضي الأقضية كلها ليلة النصف من شعبان، ويسلمها إلى أربابها ليلة القدر
“Sungguh Allah Swt memutuskan semua keputusan di malam nishfu sya’ban dan menyerahkan kepada pemiliknya pada saat lailatul qadar.”[2]
Dalam riwayat lain dari Atha’ bin Yasar radhiyallahu anhuma:
إِذَا كَانَ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ نَسَخَ المَلَكُ مَنْ يَمُوتُ مِنْ شَعْبَانَ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَظْلِمُ وَيْفَجُرُ وَيَنْكِحُ النِّسْوَانَ، وَقَد نُسِخَ اسْمُهُ مِنَ الأَحْيَاءِ إِلَى الأَمْوَاتِ، وَمَا مِنْ لَيْلَة بَعدَ لَيْلَةِ القَدْرِ أفضل مِنْهَا.
“Jika datang malam Nisfu Syaban, malaikat maut menulis nama yang akan mati dari Syaban ini sampai Syaban yang akan datang. Mungkin saja ada seorang laki-laki berbuat aniaya, kerusakan, serta menikahi banyak wanita dan menanam pepohonan, sedangkan pada waktu itu juga namanya telah tertulis sebagai orang yang akan mati. Tiada malam yang lebih baik setelah malam Lailatul Qadar kecuali malam Nisfu Syaban.”[[3]]
Lailah at – Takrir
Artinya, mlam peleburan dosa, seperti yang telah di sebutkan oleh at-Taqi as – Subki dalam kitab tafsirnya bahwa pada malam tersebut dapat melebur dosa selama setahun, seperti halnya peleburan dosa dalam seminggu terdapat pada malam jum’at atau peleburan dosa sepanjang hidup, pada malam lailatu qodar.
Lailatul al – Ijabah
Artinya, malam pengabulan doa, berdasarkan riwayat dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, beliau bersabda:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، قَالَ: خَمْسُ لَيَالٍ لَا يُرَدُّ فِيهِنَّ الدُّعَاءُ لَيْلَةُ الْجُمُعَةِ، وَأَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَجَبٍ، وَلَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ، وَلَيْلَتَا الْعِيدِ
“Lima malam yang doa didalamnya tidak akan tertolak alias terkabulkan, yaitu malam jum’at, permulaan malam di bulan Rajab, malam nisfhu sya’ban dan dua malam hari raya” (HR. al – Baihaqi). [[4]]
Lailah al Bara’ah wa Lailah ash – Shak
Artinya, malam kebebasan dan penulisan ampunan, sebab pada malam tersebut dituliskan kebebasan dan ampunan bagi kaum mukminin. Ada sebuah cerita dimana sebagian ulama di tanyai tentang penamaan malam tersebut, kemudian beliau menjawab “ketika seorang Amil zakat menarik kharaj dan zakat yang sudah memenuhi hak Baitul Mal, maka ia memberikan catatan dan bukti yang menyatakan bahwa ia telas bebas dari setiap tagihan yang menjadi kewajibannya, maka seseorang dalam malam Lailah al Bara’ah wa Lailah ash – Shak pun di berikan bukti semacam itu. Lalu dikatan kepadanya: “kamu telah memenuhi kewajiban dan persyaratan ‘ubudiyyah’ maka ambilah piagam kebebasan dari neraka.” Dan di katakana pada salah satu orang lain: “kamu telah meremehkan hakku dan tidak memenuhi persyartan ‘ubudiyyah, maka ambilah piagam kebebasanmu dari Allah Yang Maha Memaksa”
Lailah Asy-Syafa’ah
Abu Manshur Muhammad bin Abdullah An-Nisaburi menyebut malam Nisfu Syaban sebagai Lailah Asy-Syafaah. Allah akan memberikan kesempurnaan syafaat Rasulullah kepada umatnya di malam tersebut, setelah sebelumnya hanya diberi sepertiga pada tanggal 13 dan dua pertiga pada tanggal 14.
Oleh karena itu, dilihat dari bebrapa peanamaan malam nisfhu sya’ban sangat jelas terlihat bahwa pada malam tersebut adalah malam yang sangat agung dan istimewa, maka baginda Nabi Saw memberi perintah kepada umatnya untuk memperhatikan malam tersebut dengan meningkat peribadahan dan meraup berkah amal shaleh. Sebagimana riwayat dari sayyidina Ali karamallohuwajhah baginda Nabi bersabda:
“ketika malam nisfhu sya’ban tiba, maka beribadalah di malam harinya dan berpuasalah di siang harinya. Sebab, sesungguhnya rahmat Allah Swt turun ke langit dunuia saat tenggelamnya matahari.[[5]] Kemudian Ia berfirman “Ingatlah orang yang memohon ampunan kepadaKu maka Aku ampuni, ingatlah orang yang meminta rizqi kepadaKu, maka aku beri rizqi, ingatlah orang yang meminta kesehatan kepadaKu, maka aku beri kesehatan, ingatlah begini, ingatlah begini, sehingga tiba waktu fajar”.
Wallahu ‘allam.
[1] Jamal Muhammad Ali asy-Syaqiri, al-Ahdits al-Qudsiyyah, (Amman, Jordan : Maktabah Dar al-Tsaqafah li al-nasyri wa al-Tauzi’, 2011), I/77.
[2] Abu al-Abbas Ahmad Bin Muhammad, al-Bahru al-Madid fi Tafsiri Al-Qur’ani al-Majid, (kairo : Dr. Hasan Abbas Zaky, 1998), V/278.
[3] Jalaluddin al-Suyuti, Jam’u al-Jawami’ al-Ma’ruf bi al-Jami’ al-kabir, (Kairo : al-Azhar al-Syarif, 2005), XXIV/17.
[4] Abu Bakar al-Baihaqi, Fadlail al-Auqat, (Makkah : Maktabah al-Munarah, 1989), 311.
[5] Ismail Bin Muhammad Bin al-Fadhil Bin Ali, al-targhib wa al-Tarhib, (Mesir : Dar al-Hadits, 1993), II/397.